PENGANGKATAN ANAK SECARA ADAT UNTUK DIJADIKAN AHLI WARIS TUNGGU TUBANG
PENGANGKATAN
ANAK SECARA ADAT
UNTUK DIJADIKAN AHLI WARIS TUNGGU TUBANG
(Studi Kasus
Pada Masyarakat Semende Kab. Muara Enim Sumatera Selatan)
Oleh:
Imam Mahdi
(imam.mahdi@iainbengkulu.ac.id)
(imam.mahdi@iainbengkulu.ac.id)
Abstract
Pengangkatan anak di dalam
masyarakat secara adat mempunyai motif beragam, seperti pada masyarakat semende
Kab. Muara Enim Sumatera Selatan pengangkatan anak biasanya hanya untuk
keperluan pewaris harta tunggu tubang, jarang terjadi pengangkatan anak dengan
motif lain. Sebagaimana diketahui pada masyarakat adat semende bahwa keluarga
yang mempunyai status “tunggu tubang” akan mewariskan harta tuanya kepada anak
perempuan tertetua, jika tidak ada maka secara otomatis akan diwariskan kepada
anak laki-laki tertua. Akan tetapi jika kedua anak itu tidak (pemegang hak
harta waris sekarang tidak mempunyai keturunan), maka biasanya orang yang tidak
mempunyai keturunan tersebut akan mengangkat anak dan sekaligus menjadi penerus
ahli waris tunggu tubang. Ada beberapa hal yang menarik untuk dikaji dalam
pengangkatan anak secara adat di wilayah ini. Berdasarkan data statistic dan
laporan beberapa penelitian bahwa masyarakat semendo 100% beragam Islam akan
tetapi dalam pewarisan tidak berdasarkan hukum Islam, tetapi menggunakan hukum
adat yang telah dipraktekkan secara turun-temurun. Status hukum dalam pewrisan anak angkat pada masyarakat semendo sebagai
pengganti anak kandung. Secara psykologis anak angkat yang menjadi tunggu staus
kekeluargaan dalam masyarakat dianggap warga kelas dua, tidak menjadi
perhitungan sebagai keluarga terhormat sebagai penunggu harta tua.
Kata
Kunci:
Masyarakat Semendo, Anak Angkat, Harta
Waris “tungu Tubang”
Komentar
Posting Komentar