Renungan Malam Ini. “OPEN HOUSE”

Renungan Malam Ini.
“OPEN HOUSE”
Istilah open house jelas berasal dari bahasa Inggris, kalau Indonesianya mungkin lebih tepat “silaturrahmi umum” mungkin tidak tepat juga tapi ini lebih Indonesia atau istilah lain “berlebaran umum” ini justru belum pernah didengar, “Open House” yang jelas istilah yang populer dipakai untuk menyebut kegiatan yang dilakukan pejabat atau seorang tokoh pada saat hari raya untuk menerima dan menyampaikan ucapan selamat hari raya kepada masyarakat umum secara langsung. Kegiatan itu tentu saja menjadi kegiatan yang khas Indonesia. Hanya saja, rasanya penamaan istilah itu dengan open house terasa kurang afdol. Dalam kata lain, saya ingin mengatakan open house itu sebuah tradisi dengan istilah asing.
Kegiatan open house itu pada intinya merupakan sebuah silaturahmi, silaturahmi antara pejabat atau tokoh dengan masyarakat umum. Dengan beranalogi dengan contoh di atas, menurut saya, open house kita ganti saja dengan istilah silaturahmi umum. Silaturahmi umum yang dilakukan pejabat atau tokoh untuk masyarakat banyak”. Kalau masih dirasakan terlalu panjang, kita jadikan sebuah akronim saja, seperti menjadi silum, silamum, atau silarum sehingga terasa menjadi sebuah kata. (http://www.kompasiana.com).
Apapun namanya itu momen penting bagi pejabat untuk menerima tamu sebanyak-banykanya pada momen hari lebaran baik Lebaran Idul fitri bagi pejabat yang muslim maupun bagi pejabat non muslim (terutama nasrani pada acara natalan). Dan kalau rakyat biasa agak aneh kalau ikut-ikutan juga mengadakan acara Open House atau Silaturrahmi umum, walaupun ada juga dan itu sangat wajar. Karena ini merupakan agenda pejabat public, maka layaklah untuk diulas, dikritisi di support ataupun ditolak jika ukurannya adalah untung rugi secara financial.
Urusan uang memang menjadi menarik, jika dikaitkan dengan agenda reformasi yang mempunyai agenda khusus dalam rangka pemberantasan KKN, karena bisa saja ada unsur korupsi dalam penyelenggraan momen tersebut, pengelolaan uang oleh pejabat tetap menjadi sorotan apapun yang ia kerjakan, sama saja misalnya pejabat menggunakan dana Negara atau daerah untuk kepentingan pribadi dengan bertopeng kepentingan umum dan ini banya kejadiannya dan tidak lepas dari bidikan dari penggiat anti rasuah atau kejara KPK sekalipun, oleh karena itu dana open house harus bisa dipertanggungjawabkan secara akuntabilitas berdasarkan pengeluaran keuangan Negara.
Dalam sejarah perkorupsian di Indonesia belum terdengar adanya berita pejabat ditunding korupsi karena menyalhgunakan keuangan Negara untuk kegiatan open house, walapun sebenarnya tidak sedikit dana yang harus diglontorkan untuk acara tersebut, bahkan mencapai 1, 5 milyar untuk acara open housenya presiden, seperti yang dicatat oleh Ucok Sky Khadafi dari FITRA tahun 2013, wakil presiden mungkin kurang dananya dari presiden, samapai ke Bupati/Kepala daerah juga lebih Kecil lagi, tetapi kalu lima tahun masa jabatan pejabat dikumpul-kumpulkan wah jumlahnya pasti besar juga, silakan akuntan publik menghitungnya saya tidak ahli soal itu, apalagi kalau acara Open House dilaksanakan dua hari, hari pertama untuk para pejabat dan staf kantor serta kolega dekatnya, hari kedua untuk masyarakat umum.
Indonesia Negara yang masih berjuang untuk mensejahterakan rakyatnya, salah satu tip yang paling jitu adalah penghematan dengan berbagai cara atau lebih keren mungkin bisa disebut penghematan yang radikal dan ini telah diupayakan tapi sifatnya hanya parsial pada gerakan-gerakan tertentu saja, misalnya Menpan RB melarang rapat-rapat di hotel, karena Menpan tahu kalu Rapat di hotel peserta rapat bisa dibayar karena ada aturan dari Menkeu, snack dan makanan waktu rapatpun harus diupayakan dari hasil pertanian lokal seperti rebus jagung, rebus pisang, rebus singkong dan jika perlu cukup pakai air putih saja, maklum peserta rapat memang kebanyakan PNS uang makannya telah ditanggung oleh Negara, jika mau makan waktu rapat ya seharusnya dilakukan iuran dulu atau dipotong uang makannya.
Menteri Energi dan ESDM juga ada program penghematan, misalnya penyaluran pipa gas ke rumah-rumah, hotel, restoran dan lain-lain, menurut infonya jika bisa dilaksanakan maka uang Negara bisa dihemat, termasuk program pengalihan bahan bakar minyak ke BBG untuk kenderaan massal. Kantor-kantor pemerintah juga telah melakukan penghematan luar biasa, misalnya harus dihitung betul berapa rim kertas yang terpakai dalam sebulan, dan cek berapa pengadaannya dalam satu bulan tersebut, jika selisihnya jauh sekali maka ada indikasi tidak hemat dan harus dipertanggungjawabkan, Inspektorat jenderal kementerian akan memerintahkan untuk mengganti kelebihan tersebut dan setor ke Negara alias lebih bayar, dan tidak sesuai dengan Standar Biaya Umum (SBU) yang sudah ditetapkan oleh Menteri Keuangan setiap tahun.
Coba kita beranadai-andai untuk provinsi Bengkulu, yang masih membutuhkan dana besar untuk membangun di segala bidang dan semua orang tahu sumbernya sangat terbatas, Provinsi Bengkulu yang mempunyai 10 kabupatn/Kota, ditambah dengan Ketua DPRD yang berjumlah 11 orang, nah ini juga bisa dihitung oleh ahlinya, kira-kira berapa yang harus dialokasikan dana untuk sejumlah pejabat publik di Bengkulu untuk acara Open House, dan biasanya tidak cukup hanya itu saja, biasanya setelah masuk kantor beberapa hari dilakukan juga acara “halal bil hala” entah apakah ada acara makan-makan atau tidak, jika ada minimal snack pasti diperlukan dana juga. Demi penghematan misalnya Gubernur mengumumkan bahwa tahun ini tidak ada acara open house, karena kami telah sepakat dengan seluruh Bupati/Walikota dan ketua DPRD, bahwa kami perlu mengadakan penghematan, dan uang yang telah disiapkan untuk acara open house akan dikembalikan ke kas daerah dan akan diperuntukan bagi kepentingan lain yang sangat mendesak, misalnya untuk memperbaiki lampu jalan yang sudah lama tidak menyala lagi termasuk untuk perbaikan APILL (Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas), juga bisa untuk perbaikan jalan yang sudah banyak berlobang dan tahun ini kalau mau bersilaturrahmi cukup pakai media gratis saja seperti lewat FB, WA, Twitter atau SMS saja, jika mau datang silakan saja tetapi sifatnya bukan Open house, dan memang rumah dinas bisa didatangi oleh siapa saja, dan siapapun bisa bersilaturahmi dengan pemimpinnya tapi kapasitasnya sebagai pribadi masing-masing pejabat, kedengarannya lucu tapi, menurut saya ini penuh makna penghematan, tapi sekedar untuk silaturahmi dengan kolega, warga sekitar cukuplah dengan gaji 13 dan 14 pejabat tersebut.
Bukan berarti silaturahmi tidak penting, bahkan dalam ajaran Islam silaturrahmi hukumnya wajib, dan banyak hadist yang mengatakan itu, salahsatunya adalah: “Bahwasanya ada seseorang berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Wahai Rasulullah, beritahukan kepadaku tentang sesuatu yang bisa memasukkan aku ke dalam surga dan menjauhkanku dari neraka,” maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh dia telah diberi taufik,” atau “Sungguh telah diberi hidayah, apa tadi yang engkau katakan?” Lalu orang itupun mengulangi perkataannya. Setelah itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Engkau beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu pun, menegakkan shalat, membayar zakat, dan engkau menyambung silaturahmi”. Setelah orang itu pergi, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jika dia melaksanakan apa yang aku perintahkan tadi, pastilah dia masuk surga”.
Lagi pula seharusnya dibiasakan para pejabat tersebut untuk “mudik” biar teringat kampung halamanya, karena saya yakin sebagaian besar para pejabat tersebut berasal dari daerah-daerah (bahkan dusun), tapi namanya bukan mudik istilah ini juga tidak tepat, pakai saja istilah “pulang kampung”, seperti orang minang di Bengkulu pulang ke Sumatera Barat yang dipelopori oleh Bang Ken dan warga minang lainnya, namanya “Pulang basamo” istilahnya tepat, kalau di Malaysia namanya “Pulang Kampung” Istilah mudik tersebut kalau di daerah saya “semende” mudik berarti pergi kekebun kopi yang tempatnya di bawah bukit, sering masyarakat di kampung saya biasanya menanyakan kepada teman, keluarga yang kebunya berdekatan dengan ungkapan “Kebile mudik..?” artinya kapan ke kebun…? Mungkin supaya bersamaan pergi ke kebun agar ada kawan di kebun yang memang sangat sepi di bawah bukit Barisan. Itulah mungkin yang pernah dipostingkan oleh HM. Muslimin (tokoh jurnalis Bengkulu) yang menanyakan kalau orang kampung mudik kemana…?, jawabnya itu pak Muslimin…kalau mudik berarti ke kebun…hahaha, maaf kalau salah.
Ceruk Kamar, 4 Juli 2016/29 Ramadhan 1437 H.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Rakyat "NAGE DEDAUP" Bg.-19

DAFTAR PUSTAKA

SAMBUTAN DEKAN ACARA YUDISIUM FAK. SYARI’AH IAIN BENGKULU