OLEH-OLEH DARI SERAMBI MEKKAH “Pernak-pernik cerita Tsunami, Menggugah Rohani Kita ”

OLEH-OLEH DARI SERAMBI MEKKAH
“Pernak-pernik cerita Tsunami, Menggugah Rohani Kita ”
Alahmadulillah, saya bisa berkunjung kembali ke Aceh, provinsi terujung di Sumatera membangkitkan kenangan lama saya, karena harus menunggu 29 tahun baru diberikan kesempatan menginjakan kaki di negeri “Serambi Mekkah” dan Provinsi yang banyak melahirkan Pahlawan dan termasuk pahlawan wanita seperti Cut Nya’ Dien, Laksaman Malahayati, Cut Meutia, dan masih banyak lagi yang bergelar Ratu, Sultanah, dan Pocut yang menggalang senjata berperang melawan Belanda, kalau pahlawan dari kaum Adam tentu lebih banyak lagi, misalkan Sultan Iskandar Muda, Teungku Cik Ditiro, Teuku Umar, Teuku Nya Arief sampai pada Daud Beureuh dan sebagai daerah yang menggambarkan gigihnya perjuangan rakyat menentang penjajah, saya berkunjung ke Aceh pertama, saya mengikuti Kongres HMI Ke-17 di Lohk Semawe Kabupaten Aceh Utara Tahun 1987, saya masih muda waktu itu, semester 6 Mahasiswa FH Unib..., dan baru berkesempatan kembali ke Aceh tanggal 10-11 Mei 2016 yang lalu, dalam rangka Forum Dekan Syari’ah dan Hukum PTKIN se Indonesia di UIN Ar-raniry.
Ketika terjadi bencana besar Tsunami di Aceh tahun 2004, saya terbayang di lokasi tempat hajatan tertinggi HMI tersebut, pas di pinggir Pantai kompleks PT. Arun LNG yang sangat terkenal di era Orde Baru, karena melalui perusahaan Gas raksasa ini menyumbang APBN pada tahun itu sekitar 30%, luar biasa…tentulah sewaktu Tsunami lokasi tersebut tersapu semua oleh air bah yang maha dahsat. Kunjungan saya kali ini tidak ke Lohk Semawe, tetapi di Banda Aceh Ibu Kota Provinsi Nangroe Aceh Darussalam.
Di Kota Besar Banda Aceh, semua ingatan saya terulang dan akan lebih jelas bayangannya, karena dapat disaksikan langsung melalui monument bersejarah yang dibuat berupa “Museum Tsunamai” museum ini sengaja dibuat sebagai sombolis tentang gempa dan Tsunami agar semua orang ingat akan bencan besar yang pernah terjadi di tanah rencong, dan tentunya menjadi ingatan bagi kita semua bangsa Indonesia.
Adapun secara rinci disebutkan funsi pembangunan Museum ini seperti ditulis oleh Kemendikbud Aceh sebagai berikut:
1. Sebagai objek sejarah, dimana museum tsunami akan menjadi pusat penelitian dan pembelajaran tentang bencana tsunami.
2. Sebagai simbol kekuatan masyarakat Aceh dalam menghadapi bencana tsunami.
3. Sebagai warisan kepada generasi mendatang di Aceh dalam bentuk pesan bahwa di daerahnya pernah terjadi tsunami.
4. Untuk mengingatkan bahaya bencana gempa bumi dan tsunami yang mengancam wilayah Indonesia. Hal ini disebabkan Indonesia terletak di “Cincin Api” Pasifik, sabuk gunung berapi, dan jalur yang mengelilingi Basin Pasifik. Wilayah cincin api merupakan daerah yang sering diterjang gempa bumi yang dapat memicu tsunami.
Wilayah cincin api (Ring of Fire) membentang dari Jawa ke Sumatra, Himalaya, Mediterania hingga ke Atlantika berarti Bengkulu juga termasuk wilayah itu, dan sebenarnya kejadian gempa besar Bengkulu lebih dulu dari Aceh, Bengkulu tahun 2000 sudah dihantam gempa, tapi Alhamdulillah tidak ada Tsunami, jika terjadi Tsunami pada tahun 2000 tersebut, kita tidak dapat membayangkan apa yang akan terjadi mungkin sama kejadiannya dengan di Aceh Tahun 2004.
Sebagai suatu bencana, gempa dan tsunami Aceh telah membawa pelajaran berarti bagi kita untuk siap dan selalu siaga bahwa bencana bisa datang kapan saja dan dimana saja, apalagi kita yang berada di Bengkulu yang termasuk dari Ring of Fire tersebut.
Banyaknya korban jiwa di Aceh Tahun 2004, lebih dikarenakan belum pahamnya masyarakat akan bahaya Tsunami, masyarakat mengangab setelah gempa ya sudah, paling-paling rumah dan bangunan yang roboh, itu diceritakan oleh saksi hidup kepada kami sewaktu mendampingi City Tour Dekan Syariah dan Hukum, Pak Nizar yang menyertai kami (beliau ini adalah dosen FSH UIN Ar-raniry, tapi bakatnya untuk gaet luar biasa disamping menguasai bahasa asing yang paseh, tahu benar lokasi-lokasi bersejarah dan memahami kejadiannya, yang lebih penting orangnya sangat ramah dan bersaudara, Tks Pak Nizar dkk), ketika kejadian beliau tinggal di salah satu Pesantren di Belakang Polda Aceh…beliau bersama keluarga dan santrinya, sehabis gempa hanya duduk-duduk saja di halaman depan pesantren, namun setelah lebih kurang 20-30 menit, banyak orang berlarian dari ujung pesanteren mengatakan ada banjir, merek tidak menanggapi dengan serius, fikir mereka masa ada banjir nggak ada hujan…tapi lama-kelamaan terlihat air diselokan penuh dan meninggi, baru itu mereka sadar bahwa memang ada banjir, dan secara bersama-sama mereka juga berlari ke lokasi lebih tinggi..alhamdulillah mereka selamat semua. Menurut pak Nizar, air dilokasi pesantrennya memang tidak deras dan hanya sekitar 1,5 meter.
Beda dengan di lokasi-lokasi lain, misalnya di sekitar Mesjid Baiturrahim (Beda dengan Baiturrahman), semua bangunan dan rumah penduduk tersapu bersih, nggak ada yang tersisa, namun disinilah Allah menunjukkan kekuasan-Nya, mesjid Baiturrahim yang paling dekat dengan Pantai dan tempat air laut masuk, tidak rusak sedikitpun dan sampai sekarang masih berdiri dengan kokoh, bahkan belum ada perehapan kecuali pengecatan saja, dan ternyata banyak mesjid-mesjid yang tidak rusak padahal bangunan disekitarnya sudah tersapu bersih oleh Tsunami…menurur Pak Nizar, mungkin karena mesjid-mesjid di aceh banyak yang terbuka sehingga air bisa masuk dan keluar lagi, ya mungkin saja.
Berkat adanya Mesjid ada puluhan ribu orang yang selamat dan berlindung di Masjid Raya Baiturrahman. baik itu muslim atau non-muslim, Di saat bangunan lain hancur akibat gelombang tsunami, Masjid Raya Baiturrahman justru masih berdiri tegap. Bahkan, masjid ini tidak hancur meski arus air sangat kencang, Gelombang tsunami tak merusak secuil pun, apalagi meluluhlantahkan Masjid Raya Baiturrahman. Memang, hal ini sulit dibayangkan dengan logika. Tapi jika sudah kuasa Tuhan, apapun yang tidak mungkin bisa saja terjadi….tapi ada juga yang goyon karena mesjid ini dibangun jaman dulu, materialnya pas, beda dengan sekarang bangunan-bangunan tidak sesuai dengan yang dituliskan dengan yang dikerjakan untuk sebuah bangunan publik…entahlah. Tetapi ditempat lain di Aceh juga ada mesjid yang rusak berat, bahkan ada kubah mesjid jami’ Desa Lam Teungoh yang beratnya puluhan ton terseret sampai ratusan meter, dan anehnya ada tujuh orang di atas kubah tersebut dan semuanya selamat. Demikian juga dengan mesjid Rahmatullah yang dibangun oleh Gubernur Aceh Syamsuddin Mahmud di lohkngah, Aceh Besar tetap kokoh berdiri, padahal bangunan rumah penduduk disekitarnya telah rata dengan tanah.
Saksi bisu yang menjelaskan dahsyatnya tsunami Aceh salah satunya adalah sebuah kapal PLTD Apung yang bobotnya 2600 ton, terseret ombak yang tingginya sekitar 9 meter sehingga kapal ini terbawa arus sampai 5 KM, dan terdampar di lokasi pemukiman penduduk, menurut infonya di dalam kapal tersebut ada 11 orang pegawai dan hanya satu orang yang selamat, PLTD apung ini sekarang menjadi bagian dari objek wisata edukasi sejarah.
Selain PLTD terapung yang paling menyentuh ada tiga kuburan masal, dan tidak bisa diketahui siapa yang dimakamkan di situ, termasuk adik kandung Dekan FSH UIN Ar-raniry beliau tidak tahu adiknya tersebut dimakamkan dikuburan masal yang mana, adik Dr. Khairuddin ini pada saat tsunami bekerja sebagai sipir Lapas Banda Aceh. Kami hanya sempat melihat salah satunya yaitu kuburan masal tsunami di Ulee Lheue, yang terletak dipinggir jalan menuju dermaga penyeberangan ke Pulau We. Seperti diketahui, Ulee Lheue adalah kawasan yang paling parah terkena tsunami di Banda Aceh. Menurut Nizar, dulunya daerah ini termasuk padat penduduk. Namun adanya tsunami telah meratakan dan banyak menelan korban jiwa. Korban-korban inilah yang akhirnya disemayamkan di sebuah kawasan yang tak jauh dari bibir pantai. di lokasi halaman rumah sakit Pemerintah Daerah yang luas, yang kini tak lagi berfungsi.
Sekarang tsunami Aceh telah berlalu dua belas tahun yang lalu, sebagian besar lokasi-lokasi pemukiman penduduk yang rata disapu tsunami telah berdiri bangunan baru, menurut Pak Nizar ada 50 lebih Negara yang telah membantu masyarakat Aceh termasuk mendirikan rumah-rumah penduduk, termasuk disuatu wilayah ada yang dibangun kembali oleh Negara asal pemukimnya seperti perkampungan keturunan Turki, yang dabangun kembali oleh pemerintah Turki. Seiring dengan perjalan waktu Aceh kini telah bebenah kembali, geliat kehidupan masyarakat tidak ada lagi raut kesedihan, mereka kembali menata masa depan yang lebih baik, ini dapat dilihat raminya kedai-kedai kopi di pinggir jalan baik jalan utama maupun jalan-jalan kecil tetap saja ada kedai kopinya yang terkenal itu…dan bagi saya seorang penggemar kopi memang kopi Aceh terasa nikmat…seperti kopi Arabica Gayo, atau kopi Robusta simpang tujuh sama enaknya…silakan mencoba, sama enaknya dengan Kopi Asli Semendo, hasil tumbukan lesung ibu saya, atau kopi tmbuk Anggut Dalam..hahaahah.
Semoga, bermanfaat (Disarikan dari penjelasan Pak Nizar dan sumber lainnya).
Insya Allah disambung lagi, dengan kajian khusus seperti “Pelaksanaan Syariat Islam di Aceh” ini yang sebenarnya yang ingn saya sampaikan, tapi masih dalam persiapan… siap cetak….!
Kamsia Apresiasi
Ceruk Kamar, 14 Mei 2016

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Rakyat "NAGE DEDAUP" Bg.-19

DAFTAR PUSTAKA

SAMBUTAN DEKAN ACARA YUDISIUM FAK. SYARI’AH IAIN BENGKULU