Renungan Malam Ini: “DEMOKRASI pada situasi BUSUNG LAPAR” suatu yang PARADOX.

Renungan Malam Ini:
“DEMOKRASI pada situasi BUSUNG LAPAR” suatu yang PARADOX.
Menganalisis antara demokrasi dengan “busung lapar” sesuatu yang paradox, bertolak belakang dan saling bertentangan walaupun mungkin objeknya sama yaitu rakyat, demokrasi secara harpiah adalah rakyat yang berkuasa, dipihak lain ada istilah busung lapar Busung lapar atau honger oedema (HO), disebabkan cara bersama atau salah satu dari simtoma marasmus dan kwashiorkor adalah sebuah fenomena penyakit di Indonesia bisa diakibatkan karena kekurangan protein kronis pada anak-anak yang sering disebabkan beberapa hal, antara lain anak tidak cukup mendapat makanan bergizi, anak tidak mendapat asuhan gizi yang memadai dan anak mungkin menderita infeksi penyakit (Wikipedia).
Semuanya identik dengan rakyat (demokrasi dan busung lapar), karena yang menyandang pridikat itu adalah rakyat pemegang demokrasi dan juga busung lapar, jadi kunklusinya benar judul di atas adalah “demokrasi busung lapar”. Kebenaran yang dimaksud membuktikan bahwa jalannya demokrasi tidak identik dengan suatu kekuasaan yang menguasai seluruh sendi-sendi kehidupan, khusus demokrasi dalam tataran penyebab busung lapar berarti tidak bisa dikatakan bahwa demokrasi ekonomi juga telah dikuasai oleh pemegang kekuasan yang didalamnya bersemai demokrasi.
Paradoks artinya pernyataan yang seolah-olah bertentangan (berlawanan) dengan pendapat umum atau kebenaran, tetapi kenyataannya mengandung kebenaran; bersifat paradox (KBI), pernyataan bahwa demokrasi telah berjalan sempurna dan merupakan Negara dengan penyelenggaraan ddemokrasi terbesar didunia adalah benar, tujuan demokrasi adalah Kenyakina bahwa kehendak rakyat adalah dasar utama kewenangan pemerintah menjadi basis bagi tegak kokohnya sistem politik demokrasi juga benar, jadi rakyat yang berkuasa dalam demokrasi adalah benar, rakyat juga yang masih ada (banyak) busung lapar juga benar.
Kebenaran tidak selalu identik dengan kebaikan, kebenaran hanya sebatas definisi yang membuat rumusan-rumusan dalam otak dan kebenaran itu tidak selalu benar dalam tataran hati, otak dan hati memang berjauhan dan menempati posisi masing-masing dengan perlindungan yang kokoh dalam tubuh manusia. Kebenaran sejati ada pada hati atau disebut dengan hati nurani, kebenaran otak adalah logika yang dibangun untuk meyakinkan orang agar mengikuti suatu kebenaran tersebut, dan kedua kebenaran tersebut sebenarnya tidak seratur persen benar, karena dalam ajaran agama kebenaran yang hakiki hanya milik Tuhan. Di dalam agama Islam, ada ayat sebagai pedomana “…maka, janganlah kamu mengatakan dirimu suci, Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertaqwa (An.Najm, 32)
Busung lapar adalah peristiwa mengenaskan dalam suatu bangsa yang gemah ripah lo jinawi, berkecukupan dalam arti sumber daya alam yang bisa memenuhi kebutuhan manusia Indonesia seluruhnya, logika mengatakan tidak mungkin akan terjadi busung lapar, tidak mungkin pemegang kedaulatan tidak berdaulat, tidak mungkin rakyat menderita padahal rakyatlah yang menjadi penguasa, masa sebagai penguasa puasa terus tanpa ada yang bisa dimakan untuk berbuka. Inilah persoalan demokrasi yang sedang dihadapai Negara besar Indonesia, demokrasi hanya sebatas permainan dan legitimasi mencari dukungan, setelah selesai dan sampai pada tujuan kekuasaan, pendukung akan ditinggalkan dan pemegang mandate demokrasi duduk bertengger diatas kekuasaan yang tidak bisa diusik oleh pemberi mandat dalam berdemokrasi.
Kalau terjadi paradox pasti ada kesalahan sesuai dengan makna yang “seolah-olah” yang artinya tidak benar, meleset, tidak tepat dan keliru menafsirkan. Kalau begitu demokrasi salah karena menyebabkan orang busung lapar atau setidak-tidaknya demokrasi tidak berhasil mengibati dan menghapus predikat busung lapar. Ini pernyataan atau pertanyaan…? Jika pernyataan harus didukung fakta data dan tidak asal bunyi (asbun), faktanya demokrasi di Indonesia telah diakui berhasil dan berjalan dengan baik, dunia terkagum-kagum bahwa bangsa yang multi demensi berhasil menerapkan demokrasi yang sempurna, setelah memasuki era reformasi. Misalnya pujian datang dari Obama mewakili seluruh warga AS mengucapkan selamat kepada Jokowi. Selain itu, Obama mengatakan kepada mantan Wali Kota Solo itu, bahwa dia mengapresiasi semangat demokrasi seluruh penduduk Indonesia, karena telah menyelenggarakan pemilu dengan tertib dan damai. Pasaca pemilu Presiden RI untuk Periode 2014-2019. (whitehouse.gov). memang kita ambil contoh pujian dari Amerika, karena Negara ini selalu dikatakan sebagai kekuatan penjaga demokrasi dunia, walaupun kenyataannya paradox juga.
Busung lapar didukung fakta juga misalnya, Di Pulau Lombok dalam kurun watu Januari-Mei 2005 dilaporkan delapan anak meninggal dunia akibat busung lapar yang dialami 388 balita. Perinciannya, Kota Mataram 23 kasus kelaparan, dua di antaranya meninggal. Kabupaten Lombok Barat 133 kasus kelaparan, lima anak meninggal dunia. Kabupaten Lombok Tengah tujuh kasus kelaparan satu anak meninggal, dan Kabupaten Lombok Timur 175 kasus kelaparan dan belum ada laporan yang meninggal dunia. Anak-anak yang terserang penyakit marasmus (kekurangan karbohidrat) di NTT hingga 1 Juni 2005 tercatat 113 orang dan yang kekurangan protein lima orang. Di Kota Bogor terdapat lima balita yang meninggal akibat busung lapar (marasmus), sedangkan di Jawa Tengah, yaitu di Pemalang, terdapat 37 anak dan balita yang dinyatakan mengalami gizi buruk, tiga di antaranya meninggal dunia. Di Kota Tegal terdapat dua balita mengalami gizi buruk, di Cilacap 372 anak balita mengalami gizi buruk, dan di Rembang ditemukan 710 balita yang mengalami gizi buruk dan tiga di antaranya kondisinya cukup memprihatinkan sehingga harus dikirim ke puskesmas (www.suaramerdeka.com).
Penyebab utama busung lapar karena gizi buru, asbabunuzulnya faktor kemiskinan data kembali bicara, bahwa bangsa kaya raya ini masih banyak dibawah garis kemiskinan, Pada bulan September 2016, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 27,76 juta orang (10,70 persen). Data BPS tahun 2016. Dan parahnya lagi kesenjangan atau gini rasio di Indonesia paling tinggi di dunia, menurut data 4 orang kaya Indonesia hartanya sama dengan kepunyaan 100 juta orang miskin, kondisi ini saya kira ada andilnya dari sebuah demokrasi yang tidak demokratis, atau demokrasi hanya pada tataran tertentu saja belum menyentuh hakekat dari demokrasi sesungguhnya.
Oleh karena itu baru dikatakan demokrasi itu berhasil apabila, pemegang kekuasan yakni rakyat telah menikmati kebenaran sebuah demokrasi, jika tidak…? Berarti demokrasi telah gagal.
Penyebab kegagagalan bisa diamati dalam penyelengaraan pesta demokrasi alias pada pelaksanaan Pemilu, dimana penyelenggraan pemilu selalu menyisahkan problem yang tidak kunjung selesai, berkutat dari sifat-sifat pragmatisme peserta pemilu sendiri. Para calon pemimpin hanya siap untuk menang, untuk itu cara apa saja akan dilakukan.
Mereka menggunakan strategi dan taktik apa saja untuk melabelkan demokrasi dan itu paradox, misalnya memperkuat sentimen massa dengan identitas kelompok, berupa suku, agama dan sebagainya, dan tentu yang tidak perna hilang ada istilah samar-samar terlontar dari sebagain rakyat “wani pero” dan ini dimanfaatkan sebesar-besarnya oleh para kandidat. Padahal secara matematika income yang akan didapat seandainya kandidat tersebut memenangkan pertarungan demokrasi jauh dari modal. Nah kalau ini terjadi, dampaknya luar biasa, terutama daerah-daerah yang masuk dalam katagori miskin dan tertinggal, karena dapat diterka ujungnya Kepala Daerah akan terkoptasi oleh orang-orang tertentu yang selama pencalonan telah menanamkan sahamnya, dan ini adalah suatu kenyataan pahit dalam demokrasi hari ini………boro-boro mengaktualisasikan idealism dalam kampanye untuk ngurusi yang busung lapar, membayar hutang politik masih rada-rada susah, paradox lagi…. (Walahualam bissawab)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Rakyat "NAGE DEDAUP" Bg.-19

DAFTAR PUSTAKA

SAMBUTAN DEKAN ACARA YUDISIUM FAK. SYARI’AH IAIN BENGKULU