Pesan rakyat Kepada Pengede ”HAKEKAT MUSRENBANG dalam PEMBENTUKAN RPJMD”

Pesan rakyat Kepada Pengede
”HAKEKAT MUSRENBANG dalam PEMBENTUKAN RPJMD”

Hari ini Jumat, 03 Juni 2016 telah dilaksanakan Musrenbang RPJMD Provinsi Bengkulu, sebagaimana tulisan saya yang di postingkan di FB kemaren, sebenarnya saya tidak akan hadir pada acara tersebut karena tidak diundang, ternyata saya harus hadir juga, bukan sebagai peserta tetapi ditugaskan oleh rektor untuk mewakili beliau, ya hari ini saya sebagai Rektor IAIN Bengkulu di acara tersebut,...haahahakh, raso-raso pejabat eselon I.a.
Kalau konsep RPJMD saya fikir nggak ada masalah lagi, pasti oke, sudah disiapkan oleh BAPPEDA ditambah dengan Tim Pakar yang sudah teruji kepakarannya, karena sudah di pilih oleh Pemerintah Daerah, saya hanya mau urun rembug sedikit tentang musrenbang dalam kajian yuridis normatif dalam pembentukan RPJMD, maaf saya bukan pakar hukum, yang pakar itu guru dan senior saya Prof. Dr. Herawan Sauni, SH, MS. Beliau juga hadir di acara tersebut, saya hanya sebagai warga Bengkulu, saya pantas-pantaskan saja untuk menulis. Ini ijtihad saya, kalau salah saya dapat pahala satu kalau seandainya benar dapat pahala dua...Amiin.
Ide tulisan ini muncul ketika menyimak paparan Pak Gub di acara pembukaan Muserenbang tersebut, mengingatkan kembali kepada peserta Muserenbang bahwa penyususnan draft RPJMD Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih dan RPJMD ini diperuntukkan di masa baktinya 2016-2012. Gubernur mewanti-wanti agar masukan-masukan tidak menjadi distorsi, sehingga melenceng dari visi dan misinya. Bahkan dengan lantang Gubernur mengatakan bahwa ini merupakan janji Gubernur Kepada masyarakat Bengkulu pada saat kampanye sehingga ia terpilih menjadi Gubernur dan setelah menjabat dan bahkan habis masa jabatannya nanti rakyat berhak untuk mengoreksi, menilai sekaligus meminta pertanggungjawaban moral dan politik tentang kinerjanya.
Pertanyaannya apakah visi dan misi Gubernur tersebut memang aspirasi masyarakat atau hanya renungan orang pintar di atas meja, ya bisa pejabat bisa saja dari tim sukses, yang sebenarnya berupa jualan, dengan teknik marketing yang tinggi sehingga laku di hati masyarakat...? jika merupakan aspirasi masyarakat benar adanya, pertanyaan kedua muncul. Apakah semuanya dapat dijadikan materi dokumen resmi dalam bentuk RPJMD...? Inilah yang perlu saya rembugkan dalam tulisan ini, untuk itu mari kita analisis bersama. Tulisan ini juga meneruskan tulisan saya kemaren yang mengingatkan Gubernur untuk selalu memperhatikan aspirasi masyarakat, tulisan hari ini kelanjutannya agar partisipasi masyarakat tersebut, benar-benar ada atau istilah kasarnya terang-benderang dalam RPJMD Gubernur untuk Tahun 2016-2021.
Mari Kita analisis:
Pertama: Adanya musrenbang sebagaimana diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan adalah wahana membulatkan aspirasi masyarakat, mensinkronkan dengan RPJM Nasional serta, menggagas penjabaran visi dan misi sehingga menjadi RPJM Daerah dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Perlunya keterlibatan masyarakat atau peran serta masyarakat (public participation), hal ini dapat ditelusuri dari beberapa ketentuan perundang-undangan seperti UU No. 10 Tahun 2004 dan dipertegas lagi dengan UU No. 12 tahun 2011, UU No. 32 Tahun 2004 sebagaimana telah beberapa kali diganti terakhir dengan UU No. 23 Thun 2014 dan UU No. 25 tahun 2004. UU tersebut sebagai koreksi dari beberapa UU yang dikeluarkan di era orde baru maupun pada awal era reformasi.
Era Orde Baru terbelenggu dengan UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah yang sangat sentralistis. Bahkan UU No. 5 Tahun 1974 disinyalir bertentangan dengan amanat UUD 1945, Oleh karena itu di era Orde baru tersebut terjadi kesalahan terminilogis dalam memaknai daerah yang dampaknya membawa implikasi logis bahwa apabila konsepsi pemerintahannya salah, pelaksanaannya potensial salah pula. Maka era reformasi telah dijadikan momentum melakukan koreksi tatanan pemerintahan. Perubahan tersebut juga berimplikasi pada sistem perencanaan pembangunan yang sebelumnya, seperti diakui Bappenas, lebih banyak diwarnai oleh permasalahan inkonsistensi kebijakan, rendahnya partisipasi masyarakat, ketidakselarasan antara perencanaan program dan pembiayaan, rendahnya transparansi dan akuntabilitas, serta kurang efektifnya penilaian kinerja.
Seiring dengan pemberian kewenangan yang lebih luas kepada daerah, UU No. 25 Tahun 2004 tentang SPPN diterbitkan untuk mengatasi permasalahan tersebut. UU ini mengatur dokumen-dokumen perencanaan baik tingakat pusat maupun di daerah, dimana setiap dokumen tersebut menghendaki adanya partisipasi masyarakat, di dalam UU No. 25 Tahun 2004 tentang SPPN, partisipasi masyarakat diatur melalui kelembagaan yang disebut “Musyawarah Perencanaan dan Pembangunan (Musrenbang).
Lembaga Musrenbang memberikan ruang partisipasi yang lebih terbuka mendorong masyarakat untuk bergerak bersama dalam menyampaikan aspirasinya. Pendekatan top-down dan partisipatif UU No. 25 Tahun 2004 tentang SPPN terwujud dalam bentuk rangkaian musrenbang yang dilakukan secara berjenjang dari mulai tingkat desa (musrenbangdes), kecamatan (musrenbang kecamatan) dan Kabupaten/Kota (musrenbang Kabupaten/Kota), musrenbang provinsi dan sampai pada Musrenbang tingkat nasional (musrenbangnas). Rangkaian forum ini menjadi bagian dalam menyusun sistem perencanaan dan anggaran untuk pelaksanaan kegiatan pembangunan setiap tahun. Melalui musrenbang, masyarakat berpeluang menyampaikan aspirasi mereka dan berpartisipasi dalam menghasilkan dokumen perencanaan pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Perjalan selanjutnya diketemukan adanya problematik dalam musrenbang sebagai ujud peran serta masyarakat masih menjadi kendala, seperti dikemukakkan oleh Dirjen Pembangunan Masyarakat Desa Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, problematika tersebut antara lain:
a. Pesertanya tidak representatif (tidak mewakili semua kepentingan yang ada di masyarakat, hanya tokoh-tokohnya saja).
b. Realisasinya hampir tidak ada, karena tidak diikuti dengan desentralisasi anggaran ke tingkat kecamatan atau desa.
c. Usulan yang dihasilkan tidak mencerminkan persoalan yang dihadapi oleh masyarakat.
d. Hanya formalitas.
e. Kehadiran SKPD amat jarang Kehadiran anggota DPRD dari daerah pemilihan yang bersangkutan juga amat jarang.
f. Tidak didukung dengan penyediaan anggaran penyelenggaraan yang memadai.
Problematika musrenbang yang dikemukan dia atas, diakui suatu realitas yang secara yuridis membutuhkan kajian keilmuan yang mendalam, hal ini di dasarkan pada suatu kenyataan bahwa pelaksanaan rencana pembangunan daerah dengan konsep utama melibatkan masyarakat.
Kedua: kajian ini terutama dofokuskan pada tataran regulasi yang mengatur tentang musrenbang dalam menyusun RPJMD. UU No. 25 Tahun 2004 tentang SPPN diatur dokumen perencanaan yang menghendaki adanya peran serta masyarakat melalui musrenbang, sebagai berikut:
Pasal 1 angka 21:
Musyawarah Perencanaan Pembangunan yang selanjutnya disingkat Musrenbang adalah forum antarpelaku dalam rangka menyusun rencana pembangunan Nasional dan rencana pembangunan Daerah.
Pasal 2 ayat (4)
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional bertujuan untuk:
a. mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan;
b. menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antarDaerah, antarruang, antarwaktu, antarfungsi pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah;
c. menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan;
d. mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan
e. menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan.
Pasal 12 ayat (2)
Kepala Bappeda menyusun rancangan akhir RPJP Daerah berdasarkan hasil Musrenbang Jangka Panjang Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4).
Pasal 17 ayat (2)
Musrenbang Jangka Menengah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4), dilaksanakan paling lambat 2 (dua) bulan setelah Kepala Daerah dilantik.
Pasal 18 ayat (2)
Kepala Bappeda menyusun rancangan akhir RPJM Daerah berdasarkan hasil Musrenbang Jangka Menengah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2).
Pasal 22 (ayat)
Rancangan RKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) dan rancangan RKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) menjadi bahan bagi Musrenbang.
Pasal 23 ayat (2)
Musrenbang penyusunan RKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4) dilaksanakan paling lambat bulan Maret.
Pasal 24 ayat (2)
Kepala Bappeda menyusun rancangan akhir RKPD berdasarkan hasil Musrenbang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2).
Pasal 27 ayat (2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan RPJP Daerah, RPJM Daerah, Renstra-SKPD, RKPD, Renja-SKPD dan pelaksanaan Musrenbang Daerah diatur dengan Peraturan Daerah
UU No. 32 Tahun 2004 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU 23 tahun 2014 yang mengatur secara eksplesit tentang adanya partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan daerah, sebagai berikut:
Pasal 150 ayat (3) hurup d
Rencana kerja pembangunan daerah, selanjutnya disebut RKPD, merupakan penjabaran dari RPJM Daerah untuk jangka waktu 1 (satu) tahun, yang memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan daerah, rencana kerja dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh Pemerintah Daerah maupun ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat, dengan mengacu kepada rencana kerja Pemerintah;
Pasal 151 ayat (2)
Renstra-SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirumuskan dalam bentuk rencana kerja satuan kerja perangkat daerah yang memuat kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan langsung oleh Pemerintah Daerah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.
UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan juga mengatur secara eksplesit tentang adanya partisipasi masyarakat dalam penyampaian informasi keuangan daerah, sebagai berikut:
Pasal 103
Informasi yang dimuat dalam Sistem Informasi Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 merupakan data terbuka yang dapat diketahui, diakses, dan diperoleh masyarakat.
Ketentuan normatif Pasal-Pasal tersebut di atas, terutama menyangkut rencana pembangunan daerah yang nantinya akan dibutuhkan untuk menyusun dokumen perencanaan daerah, yang dimaksud dengan dokumen perencanaan pembangunan daerah menurut ketentuan UU No. 25 Tahun 2004 adalah RPJP daerah, RPJM Daerah, RKP daerah, Renstra-SKPD dan Renja-SKPD dan secara implisit termasuk juga APBD.
Jadi, hakekat dari musrenbang adalah untuk memasukan keinginan masyarakat, yang disampaikan langsung oleh masyarakat dan itu merupakan kebutuhan masyarakat, bukan kepentingan elit atau tidak boleh juga ada orang mengatas namakan masyarakat padahal masyarakat tidak pernah minta diatasnamakan bahkan minta disampaikan aspirasinya.
Kalau melihat dari musrenbang tanggal 3 Juni 2016, saya khawatir yang hadir di hajatan besar tersebut adalah orang-orang yang mengatasnamakan masyarakat, dia memang masayarakat tetapi bukan yang dimaksud dengan masyarakat yang mebutuhkan perhatian khusus. Kalau begitu benar adanya apa yang disinyalir oleh Dirjen Pemdes Kemendagri seperti dikemukakan diatas, entahlah......hanya penyelenggara musrenbanglah yang tahu, saya hanya menulis, dan ini bagian dari kepedulian dan kencintaan saya terhadap daerah ini, yang telah memberikan kehidupan bagi saya dan anak isteri saya.
Problem RPJMD belum juga akan selsai, walaupun hakekat musrenbang telah memenuhi bentuknya, masih ada problem besar jika berhadapan dengan DPRD ketika akan menetapkannya, RPJMD harus ditetapkan dengan Perda dan itu rananya DPRD...wah repot jadinya, jangan-jangan akan menjadi perdebatan sengin nantinya... tapi Insya Allah akan saya tulis lagi...judulnya kira-kira, ”Perlukah RPJMD ditetapkan dengan Perda...?
Kamsia Apresiasi
Ceruk kamar, 4 juni 2016.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Rakyat "NAGE DEDAUP" Bg.-19

DAFTAR PUSTAKA

SAMBUTAN DEKAN ACARA YUDISIUM FAK. SYARI’AH IAIN BENGKULU