SELAYANG PANDANG “LEGAL DRAFTING” Sambutan Dekan Pada Acara Pembukaan Pelatihan Legal Drafting Fak. Syari'ah dan Hukum IAIN Bengkulu.

SELAYANG PANDANG “LEGAL DRAFTING”
Sambutan Dekan Pada Acara Pembukaan Pelatihan Legal Drafting Fak. Syari'ah dan Hukum IAIN Bengkulu.
Legal drafting secara umum diartikan adalah Perancangan Peraturan Perundang-undangan, baik dilakukan oleh legislator dalam membentuk UU ataupun peraturan perundang-undangan lainnya, sesuai dengan ketentuan 1 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dalam keketntuan menimbang hurupa a menyebutkan: bahwa untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara hukum, negara berkewajiban melaksanakan pembangunan hukum nasional yang dilakukan secara terencana, terpadu, dan berkelanjutan dalam sistem hukum nasional yang menjamin pelindungan hak dan kewajiban segenap rakyat Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;. Kemudian dalam Pasal 1 UU di atas disebutkan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan.
Perelu perencanaan dalam membentuk peraturan perundang-undangan, berkaitan erat dengan kebutuhan dalam legislasi ini diharuskan bagi suatu Negara seperti Indonesia yang lebih dekat dengan system civil law, dimana segala sesuatu harus diatur melalui peraturan perundang-undangan, bahkan semboyan dalam alian ini dijadikan rujukan “Nothing is certain but tax and dead (Benyamin Franklin 1706-1790)”. Ini tidak hanya berlaku kepada ketentuan kewajiban pembayaran pajak saja, lebih dari itu supaya ada kepastian hukum, maka perlu dibentuk aturan-aturan yang mengikat bagi seluruh warga Negara. Akan tetapi agar peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh lembaga khusus, memenuhi unsure-unsur hukum, seperi nilai-nilai keadilan, nilai-nilai kebersamaan serta secara formal dapat dibenarkan, maka pembentukan perundang-undangan harus dibuat dengan sebaik-baiknya terlebih memenuhi unsure kepentingan masyarakat yang diaturnya.
Peran hukum dalam masyarakat memang sering menimbulkan banyak persoalan, hukum
bahkan dianggap sebagai instrumen pengatur yang sah dalam negara hukum. Dengan kedudukan yang demikian, hukum mempunyai kekuatan untuk memaksa. Berkaitan dengan keberadaan hukum itu sendiri di tengah masyarakat, Mochtar Kusumaatmadja, menyatakan bahwa tujuan utama adanya hukum adalah jaminan ketertiban, keadilan, dan kepastian. Dengan demikian, hukum adalah sebuah sistem yang mempunyai ciri dan karakteristik yang menjadi penggerak dan pengatur kehidupan masyarakat. Terkait dengan ciri dan karakteristik hukum dan masyarakat tersebut, Roscoe Pound, mengenalkan lebih lanjut apa yang disebut sebagai law as a tool of social engineering (http://pdf.usaid.gov).
Negara melalui kewenangan pembentukan perundang-undangan, memang dapat membentuk suatu system yang diinginkan oleh Negara, namun perlu diingat bahwa sebenarnya Negara tersebut melaksanakan kedaulatan yang dimanatkan oleh rakyat, rakyat menghendaki Negara sebagai suatu symbol perjuangan dalam mewujudkan kehendaknya, oleh karena itu pada prinsipnya Negara tidak bisa membentuk suatu perundang-undangan tanpa campur tangan atau keinginan masyarakat. UU No. 12 tahun 2011 juga mengisyaratkan agar peran masyarakat dalam pembentukan perundang-undangan menjadi suatu keharusan, Pasal 96 (1) Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. (2) Masukan secara lisan dan/atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui: a. rapat dengar pendapat umum; b. kunjungan kerja; c. sosialisasi; dan/atau d. seminar, lokakarya, dan/atau diskusi. (3) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah orang perseorangan atau kelompok orang yang mempunyai kepentingan atas substansi Rancangan Peraturan Perundang-undangan. (4) Untuk memudahkan masyarakat dalam memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap Rancangan Peraturan Perundang-undangan harus dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.
Pada tataran praktiknya partisipasi masyarakat ini dilakukan melalui uji publik, biasanya ini untuk perundang-undangan yang bersifat regeling dari DPR maupun DPRD, uji publik bisa berbentuk seminar, FGD, simposium ataupun menggunakan media sosial, dan sebelum uji publik ini harus disediakan dulu bahan-bahan utama yang biasa disebut dengan Naskah Akademik, yang yang berfungsi sebagai: 1. Bahan awal yang memuat gagasan tentang urgensi pendekatan, ruang lingkup dan materi muatan suatu Peraturan Perundang undangan; 2. Bahan pertimbangan yang digunakan (Filosofis, Yuridis, Sosiologis dan lain-lain); dan 3.Bahan dasar bagi penyusunan rancangan Peraturan Perundang undangan.
Berkaitan dengan program yang digagas oleh Fakultas Syariah dan Hukum IAIN Bengkulu untuk mengadakan pelatihan Legal darfting, out put-nya diharapkan agar para mahasiswa paling tidak dapat memahmi kronologis pembentukan perundang-undangan dan sekaligus pada tujuan akhirnya mampu menyusun draft Peraturan perundang-undangan dan Naskah akademiknya. Hal ini sesuai dengan kompetensi lulusan yang pada gilirannya nanti akan terjun langsung dalam praktik-praktik pembentukan peraturan perundang-undangan.
Sebagaimana di sebutan di atas tadi bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan khususnya Perda harus dimulai dengan Naskah Akademik, bukan itu saja Hakimpun dalam membentuk putusan juga harus melakukan pertimbangan-pertimbangan seperti filosofis, yuridis, sosiologis dan pertimbangan lainnya di sampang memahami dengan sungguh-sungguh maksud pasal-pasal yang akan menjadi pertimbangan pokok dari sebuah putusan, dan mahasiswa fakultas Syariah dan Hukum IAIN Bengkulu diharapkan mampu menyusun pembentukan perundang-undangan dan produk hukum lainnya...semoga...!
Kamsia Apresiasi
Ceruk Kamr, 22 Mei 2016.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Rakyat "NAGE DEDAUP" Bg.-19

DAFTAR PUSTAKA

SAMBUTAN DEKAN ACARA YUDISIUM FAK. SYARI’AH IAIN BENGKULU