RENUNGAN HARI INI “MENILIK PEMILIHAN UMUM SERENTAK”

RENUNGAN HARI INI
“MENILIK PEMILIHAN UMUM SERENTAK”
Pasca diundangkannya Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang-undang. maka akan dilaksanakannya pemilihan umum serentak secara bertahap, dan ini sebenarnya sebagai amanat konstitusi pasca amandemen mengisyaratkan untuk dilaksanakan Pemilu serentak, walaupun ada juga pakar yang berpendapat lain bahwa pemilihan umum hanya untuk pemilihan Presiden dan wakilnya, ya pendapat bisa saja berbeda yang jelas sudah diputuskan demikian, dan sudah diparaktikan 2015 yang lalu dan tahap kedua akan di mulai lagi 2017. KPU sebagai penyelenggra sudah punya pengalaman dan jelasnya kendala-kendala sudah diinventarisi untuk dicarikan solusinya, paling tidak ada 12 persoalan pelaksanaan pemilu langsung tahun lalu yang menjadi catatan KPU Pusat, dan itu mudah-mudahan tidak terulang kembli.
Adanya pemilihan umum serentak akan menimbulkan beberapa implikasi terhadap penyelenggaraan ketatanegaraan, beberapa dampak baik positif maupun negataif. Dari segi positifnya yang paling urgen adalah memperkuat sistem presidensial sebagai amanat dari UUD NRI Tahun 1945, akan tetapi dalam praktik ketatanegaraan, bahwa di samping Presiden mempunyai legitimasi atas dasar mandat rakyat secara langsung, tetap saja harus memperhatikan suara DPR sesuai dengan fungsinya baik fungsi legislasi, bugetting dan pengawasan. Pemilihan serentak dimungkinkan terjadi antara presiden dan DPR berbeda partai yang mendukung sekaligus pemenang dalam pemilu, inilah resiko sistem presidensial yang sekaligus mengadopsi sistem multi partai, ini bisa terjadi deal-deal politik yang kadang-kadang melemahkan posisi Presiden.
Kemudian secara finansial memang akan menguntungkan keuangan Negara, dana penyelengraan Pemilu bisa dihemat, logikanya pasti begitu, banyak yang bisa di hemat, contoh kecilnya adalah pencetakan tanda gamabar kontestan Pemilu dapat dibuat dalam satu halaman saja, karena biaya pemilu memang cukup besar, lagi pula daerah tidak perlu menganggarkan biaya pelantikan, cukup dilantik secara massal di Jakarta, paling-paling syukuran itu biasanya biaya pribadi Kepala Daerah, yang melantik terserah mau Presiden langsung atau Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden semuanya sah menurut hukum.
Biaya pemilu yang dimintakan KPU untuk Penyelenggraan Pemilu Tahun 2015 sekitar Rp. 16 Triliun dan naik dua kalipat dari tahun 2009 yang sebesar Rp, 8,5 Triliun, di banding dengan APBN sebesar 3.000 Triliun itu kecil, tetapi kalau 16 Triliun dibangunkan untuk lokal sekolah itu sudah besar. Namun ada pertanyaan yang masih harus mencari jawaban yang tepat…apakah nilai-nilai demokrasi bisa diukur dengan uang…? ya ongkos demokrasi memang mahal, yang murah itu musyawarah saja, ini pasti akan menjadi perdebatan panjang antara yang pro dan yang kontra, tapi kalau musyawarah biyayanya ringan, itu masuk tupoksi DPRD nggak perlu dibayar lagi. Atau seperti di jaman orba, pemilu dilaksanakan oleh Pemerintah dan telah dilaksanakan Pemilihan Umum serentak …ini sebenarnya tidak relevan untuk dibandingkan, semua tahu dan memaklumi waktu itu Pemilu yang memakai asas “Luber” justru ditenggarai tidak jujur dan tidak adil, maka ditambah asanya “Luber+Jurdil” dan pelaksanaan demokrasi yang jelas jauh dari nilai-nilai demokratis….gimana mau jujur sama dengan pertandingan sepak bola semuanya mau menang, jika panitianya kita, wasitnya kita, hakim garis kita juga, ya terserah kita siapa yang harus dimenangkan walaupun kebobolan bisa saja dianulir…ya saya tahu waktu Pemilu 1992 saya panitia PPD II sebagai Kasubag Teknis Penyelenggra Pemilu, kemudian Pemilu selanjutnya saya juga panitia PPD II Kasubag Santiaji Pemilu di Tingkat Kabupaten, sebuah jabatan yang mirip-mirip kerja KPU sekarang, hebat…hahahahah, setelah saya renungkan dulu itu yang paling berperan menentukan hasil Pemilu, Lurah/Kades dan Camat…saya catat saja laporannya yang masuk ke PPD II kan selesai, dan itu cerita lama, tidak diungkap semua orang juga sudah tahu, dan mohon maaf dan mohon ampun kalu itu ada kesalahan dan ada dosanya, maklum karena sistem.
Kemudian dampak negatif Pemilu serentak, sebenarnya tidak beda jauh dengan problem pelaksanaan pemilu yang telah dilaksanakan pasca reformasi, artinya faktor-faktor krusial masih tetap akan mncul seperti tidak ada jaminan akan meminimalisir politik uang, karena disinyalir bahwa penyelenggaraan pemilu yang telah beberapa kali berlangsung tetap adanya money politic baik yang dibuktikan dengan putusan pengadilan maupun tetap menjadi rahasia umum. Ini juga menurut saya, jadi masalah, di dalam UU Pemilukada yang baru ini, tidak ada pasal yang mengatur secara langsung larangan money politic, nggak tahu apa DPR lupa memasukan pasalnya atau sengaja….?, atau alasannya sudah diatur dalam KUHP, ya bisa, tetapi kalua pakai KUHP maka hukum acaranya pakai KUHAP, prosenya dipastikan lama sebab dalam KUHAP diatur upaya-upaya hukum samapi pada putusan yang berlaku tetap, bisa-bisa sudah habis masa jabatan putusan finalnya belum keluar.
Disisi lain tetap saja akan menguntungkan calon petahana, karena bisa memobilasi birokrasi dan memanipulasi data pemilih, berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri 85% petehana memanfaatkan fasilitas Negara pada saat pemilu, sebenarnya masih banyak problem-problem yang harus dibenahi dalam pelaksanaan pemilu langsung yang diatur secara bertahap mulai tahun 2015, 2017, 2018 dan puncaknya 2019, karena pada tahun ini akan berlangsung Pemilihan umum serentak Presiden, DPR, dan DPD. Dan pemilu serentak akan berlangsung terus secara permanen sampai tahapan ke lima tahun 2027. Ini juga akan menambah beban MK, dipastikan akan banyak kasus-kasus pemilu akan berakhir dilembaga tersebut, karena sampai sekarang belum ada lembaga peradilan khusus yang menangani perselisihan Pemilu.
Tetapi menurut saya, sitem adalah proses yakni cara kerja, hasilnya terserah rakyat pemilih, rakyat sekarang sudah pintar mencari pemimpin, buktinya banyak kepala daerah yang dianggap memenuhi dan sesuai dengan kehendak rakyat. Oleh karena itu jangan sekali-kali mempermainkan rakyat biasanya doa orang banyak ada saja yang diijabah…..semoga !
Kamsia Apresisi
Ceruk kamar, 4 Mei 2016

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Rakyat "NAGE DEDAUP" Bg.-19

DAFTAR PUSTAKA

SAMBUTAN DEKAN ACARA YUDISIUM FAK. SYARI’AH IAIN BENGKULU