“ANAK PELAKU PIDANA, SIAPA BERTANGGUNGJAWAB” “Refleksi dari kejahatan kemanusian di Provinsi Bengkulu Pasca Kasus YY

“ANAK PELAKU PIDANA, SIAPA BERTANGGUNGJAWAB”
“Refleksi dari kejahatan kemanusian di Provinsi Bengkulu Pasca Kasus YY”
Insya Allah pada tanggal 10-11 Mei 2015 akan dilaksanakan hajatan besar bagi Fakultas Syari’ah dan Hukum dan Jurusan Syari’ah PTKIN se Indonesia di Banda Aceh, kali ini Fak. Syariah dan Hukum UIN Arraniry sebagai ahlul bait, dan saya ditugaskan Rektor untuk hadir di hajatan ilmiah tersebut an. Fak. Syariah dan Hukum IAIN Bengkulu.
Tema yang akan diusung dalam perhelatan ilmiah tersebut adalah “Perlindungan Anak Dalam Hukum Keluarga Islam Indonesia” memang bukan materi baru dalam kajian akademik di Fak. Syari’ah dan itu adalah kajian pokok di Prodi Akhwal-al Syahsiyah (Hk. Keluarga Islam). Namun persolannya menjadi sangat urjen ketika saya hadir sebagai warga Negara yang kebetulan berasal dari Provinsi Bengkulu, yang saat ini sedang berduka dengan adanya peristiwa kemanusiaan yang menjadi perhatian nasional bahkan mungkin di belahan dunia, orang membicarakan kejadian yang sangat “memilukan” dan “memalukan” peristiwa kematian gadis kecil berumur 14 tahun saudara kita YY yang tergolong anak-anak dan juga pelaku kejahatan sebagian masih menyandang status anak dalam pengertian hukum positif. Mungkin saja ada sebagain peserta akan menanyakan langsung kepada saya, karena seperti saya katakana tadi ini sudah menjadi berita nasional hampir semua Media Elektronik menggunakan waktu khusus membahas pristiwa tersebut, dari lingkungan pemerintahan mulai dari Presiden, Ketua MPR-RI berkomentar dan dua orang menteri turun langsung ke tempat kejadian dan memantau proses hukum dan melihan kondisi sosial yang ada di lokasi. Menteri Khofifah langsung memerintahkan kepada dinas sosial setempat untuk membuat MCK, ternyata di desa itu nggak beres Saran air bersihnya, dan belum memperhatikan kesehatan lingkungan. Menteri Yohanna, mengatakan jalan yang dilalui YY tidak akrab untuk seorang wanita...ini baru sedikit masalah dari berjibunya masalah di wilayah tersebut…dan mungkin di daerah lain masih banyak seperti itu. Kalau peristiwa YY sudah banyak dikaji, dari berbagai sudut keilmuan dan paraktik penyelenggaran Negara…dan saya pun sudah menulis tiga judul berkaitan dengan problem sosial dan hukum dan jika tidak dikelola dengan benar bisa memicu masalah sosial dan hukum dan kejahatan, termasuk kejahatan kemanusiaan, akibat dari problem sosial mengakibatkan masyarakat menderita, Artikel saya antara lain: “Darurat Pendidikan” di tulis 28 Apri 2016 dan “Hakekat Pendidikan, cermin di “Hardiknas” yang saya tulis tanggal, 3 Mei 2016, “Kartini Menginsfirasi Kaum Hawa dan Renungan bagi Kaum Adam” tanggal, 21 April 2016 dan ketiga, setelah pristiwa YY muncul, tulisan saya kajiannya memang agak sedikit berbau filosofis dan kebangsaan judulnya “Aflikasi Ideologis, Nasionalisme dan Hukum” ditulis 5 Mei 2016. Tulisan-tulisan tersebut sebagai cermin keresahan dengan kondisi kekinian.
Tulisan itu tidak perlu saya kaji ulang, silakan saja di share atau di baca di media sosial yang saya kelola baik di FB, Twitter maun di blog saya imammahdinew.blogspot.com atau di imam.iainbkl.com. semuany terkoneksi dalm link yang sama dan bebas siapa saja mau mengkopy, membaca, mengutip ataupun hanya mensharenya untuk di muat ulang dalam media lain, dan ini sudah ada tulisan saya yang share dan dimuat dalam media E-Koran, ya silakan saja, asal pamit dulu, dan sesuai kaedah akademik…hahaha
Kembali ke tema di atas, paling tidak ada dua topik yang harus dituntaskan secara hukum yakni persoalan perlindungan anak dan hukum keluarga Islam di Indonesia, sesuai dengan kapasitas saya, mungkin satu tema saja yang bisa saya urun rembug yang kedua biarlah orang lain yang mengkajinya secara mendalam, kalau saya jelas hanya sebatas kulit-kulitnya dan pasti rasanya pahit dan asam alias nggak enak saja, saya bukan ahli hukum Keluarga Islam, pakarnya ada Bapak Prof. Dr. H. Khoiruddin Nasution, MA. Beliau dipilih sebagai ketua Asosiasi Hukum Keluarga Islam Indonesia di Solo beberapa bulan yang lalu, dan pada diskusi kali ini juga beliau sebagai pembicara utama.
Perlindungan Anak, dalam hukum positif Indonesia diatur dalam berbagai perundang-undangan, dalam KUHP, KUHAP, UU No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, UU No. 23 Tahun 2003 jo UU 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak…bahkan dalam UUD NRI Tahun 1945 diatur juga dalam Pasal 28B (2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Dan penjelasannya: Anak adalah asset masa depan. Anak seharusnya dibimbing, diarahkan, dijaga, dirawat dan dididik secara baik. Tindakan kekerasan terhadap anak akan membuat anak menjadi tertekan dan terhambat masa depannya. Masa perkembangan anak semestinya dipenuhi kegembiraan sehingga berpengaruh positif bagi jiwanya. Akan tetapi, kecemasan dan ketakutan anak sekarang hadir di mana-mana: di sekolah, di jalanan, bahkan di rumah yang dihuni orangtuanya sekalipun. Kekerasan terhadap anak merupakan bagian dari bentuk kejahatan kemanusiaan yang bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia. Anak sering menjadi korban berbagai bentuk kekerasan baik secara fisik, seksual, psikis maupun penelantaran.
Dalam hukum internasionalpun perlindungan anak menjadi perhatian khusus Pada tahun 1948, Perserikatan Bangsa Bangsa mengumumkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusi, yang mengatur United Nations Standard Minimun Rules for the Administration of Juvenile Justice (Peraturan-peraturan minimum standar PBB mengenai administrasi peradilan bagi remaja) “Beijing Rules” (Resolusi Majelis Umum PBB No. 40/33 tanggal 29 November 1985). dan United Nations Rules for the Protection of Juvenile Deprived of Their Liberty (Peraturan-peraturan PBB bagi perlindungan remaja yang kehilangan kebebasannya) (Resolusi Majelis Umum PBB No. 45/133 tanggal 14 November 1990). Lalu United Nations Guidelines for the Prevention of Juvenile Deliquency (Pedoman PBB dalam rangka pencegahan tindak pidana anak dan remaja) “Riyadh Guidelines” (Resolusi Majelis Umum PBB No. 45/112 tanggal 14 Desember 1990). Selain ketiga dasar hukum yang dikeluarkan oleh PBB tadi, masih banyak instrument hukum internasional yang berkaitan dengan perlindungan anak, paling tidak sampai saat ini ada 12 resolusi atau agreement tentang perlindungan anak, bisa saja setelah terjadinya kasus YY di Bengkulu ini akan keluar juga resolusi PBB menyangkut aktualisasi perlindungan anak di Negara-negara yang dianggab lalai melindungi anak-anaknya dari ancaman kejahatan kemanusiaan. Salah satu kasus yang menjadi sorotan PBB adalah masih terjadinya penyiksaan di LP Anak Kutoarjo, Jawa Tengah, seperti yang dilaporkan oleh Manfred Nowak (pelapor khusus PBB untuk masalah penyiksaan) yang disampaikan kepada Committee Against Torture (CAT). (Sumber: Fachruddin Muchtar, 2009: 131).
Merujuk dari banyak aturan tersebut pakar hukum pidana anak dari UNDIP, Barda Nawawi Arief, mengatakan bahwa: Perlindungan hukum bagi anak mempunyai spektrum yang cukup luas. Dalam berbagai dokumen dan pertemuan internasional terlihat bahwa perlunya perlindungan hukum bagi anak dapat meliputi berbagai aspek, yaitu: (a) perlindungan terhadap hak-hak asasi dan kebebasan anak; (b)perlindungan anak dalam proses peradilan; (c) perlindungan kesejahteraan anak (dalam lingkungan keluarga, pendidikan dan lingkungan sosial); (d) perlindungan anak dalam masalah penahanan dan perampasan kemerdekaan; (e) perlindungan anak dari segala bentuk eksploitasi (perbudakan, perdagangan anak, pelacuran, pornografi, perdagangan/penyalahgunaan obat-obatan, memperalat anak dalam melakukan kejahatan dan sebagainya); (f) perlindungan terhadap anak-anak jalanan; (g) perlindungan anak dari akibat-akibat peperangan/konflik bersenjata; (h) perlindungan anak terhadap tindakan kekerasan. (Barda Nawawi Arief, 1998:156)
Kemudian kita merujuk kepada UU No. 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak, UU ini sebagai titik tolak kesungguhan bangsa Indonesia untuk melindungi anak, sebagai salah satu ciri Negara yang bermartabat dan indekasi sebuah Negara modern, bukan Negara bar-bar atau Negara abal-abal. Undang-undang perlindungan anak termasuk salah satu undang-undangan khusus tentang perlindungan anak ini juga diharapkan mampu menjadi UU yang jelas dan menjadi landasan yuridis untuk mengawasi pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab berbagai pihak. Selain itu, pertimbangan lain bahwa perlindungan anak merupakan bagian dari kegiatan pembangunan nasional dan khususnya dalam meningkatkan kehidupan berbangsa dan bernegara. Orang tua, keluarga, dan masyarakat bertanggung jawab untuk menjaga dan berperan serta yang mana hak ini sesuai dengan kewajiban dalam hukum.
Mengenai tanggung jawab ini, menarik apa yang disampaikan oleh menteri Yohanna bahwa orang tua anak yang melakukan tindakan pidana, bisa diminta pertanggungjawabannya secara hukum, ternyata bisa, karena sudah ada putusan Pengadilan Negeri Bandung 423/PDT/G/2011/PN. BDG, tanggal putusan dibacakan tanggal 27-03-2012 yang dipimpin oleh hakim ketua Dr. H. Syahrul Machmud, SH.,MH, ia menghukum orang tua anak yang lalai mengawasi anaknya, oleh pengadilan tersebut orang tua pelaku dikenakan denda Rp. 82, 7 juta, ini kasus anak yang melakukan kelaliaian menyebabkan matinya orang lain, mungkin juga ini bisa dijadikan sebagai pertimbangan para pihak yang berkepentingan untuk melakukan gugatan kepada orang tua pelaku, apalagi kalau sengaja melakukan perbuatan kejahatan.
Terhadap kasus YY mungkin Pasal yang dapat digunakan untuk meminta pertanggungjawaban orang tua pelaku Menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku, orang tua dari anak nakal yang akibat perbuatannya menimbulkan kerugian bagi orang lain dapat diminta untuk ikut bertanggung jawab berdasarkan: a. Ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Bab XIII Pasal 98-101 KUHAP tentang Penggabungan Perkara Gugatan Ganti Kerugian; b. Ketentuan-ketentuan yang diatur dalam KUH Perdata khususnya Pasal 1367 yang diajukan dalam suatu perkara perdata; c. Berdasarkan ketentuan UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, Pasal 23 ayat (3). Menurut Prof. Muzakir untuk pidana penjara memang tak bisa digantikan sama sekali, tetapi dalam hal pidana denda, orangtua bisa dikenakan beban untuk membayar. “Anak itu kan belum ada pekerjaan. Makanya, orangtua bisa dikenakan beban, tetapi itu bukan mengalihkan tanggung jawab pidana.
Kalau renungan saya, sebaiknya Negara juga dimintai pertanggungjawaban atas kasus YY ini, karena Negara telah lalai menjaga dan melindungi warganya dari tindakan kejahatan, apalgi wilayah tempat terjadinya perkara, bukan rahasi lagi memang termasuk daerah rawan kejahatan dan bahkan dijuluki daerah “Texas”, dan telah banyak memakan korban baik pidana kejahatan terhadap harta maupun tindak pidana asusila, data dari WCC Bengkulu menunjukkan bahwa dari 15 kasus asusial di provinsi Bengkulu dalam tahun 2016 (Januari-April), 9 kasus terjadi di Kabupaten tempat kejadian perkara YY. Oleh karena itu sangat wajar kalau Negara/pemerintah dimintakan pertanggungjawabannya secara hukum.
Pasca amandemen UUD 1945 terutama Pasal 28, 28I s.d 28J, yang sebenarnya mengadopsi dari UU nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, Ratifikasinya berbagai Covenant Internasional bidang HAM baik Covenant on Civil and Political Rights melalui UU Nomor 12 Tahun 2005 serta Covenant on Economical, Social and Cultaral Rights 1966 melalui UU Nomor 11 Tahun 2005, maka kedudukan hukum warga negara semakin kuat ketika berhadapan langsung dengan penyelenggara negara. Kemudian Pemerintah membuat program Rencana Aksi Hak Asasi Manusia (Ran-Ham), berdasarkan Perpres Nomor 23 tahun 2011 tentang Rencana Aksi nasional Hak Asasi manusi.
Pasal 3, (1)Seluruh menteri/pimpinan lembaga pemerintah non kementerian, wajib melaksanakan RANHAM sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing. (2). Seluruh Gubernur, Bupati/Walikota wajib melaksanakan RANHAM sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing serta memperhatikan kondisi dan permasalahan di daerah.
Dalam lampiran Perpres Nomor 23 tahun 2011 angka 6, menyebutkan Penerapan Norma dan Standar HAM, sebagai berikut: Kewajiban Pemerintah dalam upaya mewujudkan penghormatan, perlindungan, penegakan, pemajuan dan pemenuhan HAM sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, perlu dijabarkan secara operasional ke dalam program dan kegiatan setiap kementerian/lembaga dan Satuan Kerja Perangkat Daerah.
Penjabaran tersebut didasarkan pada 10 (sepuluh) kelompok hak yaitu: (1) hak untuk hidup; (2) hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan dengan perkawinan yang sah; (3) hak mengembangkan diri; (4) hak memperoleh keadilan; (5) hak atas kebebasan pribadi; (6) hak rasa aman; (7) hak atas kesejahteraan; (8) hak turut serta dalam pemerintahan; (9) hak perempuan; dan (10) hak anak. Untuk ke depan prioritas program dan kegiatan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah telah disusun dalam matriks Lampiran I Angka III Peraturan Presiden ini. Pelaksanaan kegiatan oleh Pemerintah Daerah harus memperhatikan fokus, potensi, dan permasalahan masing-masing.
Memperhatikan ketentuan di atas, dan menilik kejadian memalukan beberapa waktu yang lalu di salah satu Kabupaten di Bengkulu, dapat dimaknai bahwa Negara telah melanggar Hak Asasi manusia yang seharusnya pemerintah tidak boleh lalai melaksanakan program tersebut terutama dalam melindung hak warga Negara untuk hidup, hak rasa aman, dan hak memperoleh keadilan.
Dengan demikian, ketika warga negara merasa hak-haknya dirugikan oleh penyelanggara negara, maka advokasi yang dilakukan oleh warga negara melalui jalur litigasi semakin beragam. Bentuk terobosan hukum yang ada salah satunya adalah citizen law suit. Hal ini patut diapresiasi oleh kalangan umum, sehingga meskipun belum diatur secara jelas dalam peraturan tertulis, setidaknya ada beberapa aturan hukum tertulis yang mengamanatkan kepada Pengadilan untuk mengambil langkah-langkah yang progresif dalam menghadapi gugatan jenis ini serta prinsip-prinsip hukum yang mengisyaratkan bahwa hakim tidak boleh menolak perkara yang diajukan kepadanya dengan alasan tidak ada hukumnya melainkan harus memeriksa dan mengadilinya. Seperti yang diamanatkan di dalam Pasal 16 ayat 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang diajukan dengan dalil bahwa hukum tidak atau kurang jelas mengaturnya, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya. Ternyata melalui lembaga hukum ini hakim telah ada yang mengabulkan gugatan kepada Negara dan dinyatakan bahwa Negara lalai dalam mengurus warga Negara berkaitan dengan lambanya membuat UU BPJS. Seperti yang diputuskan oleh Majelis Hakim, Ennid Hasanuddin, di Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Lalu menurut saya, terhadap kasus YY, kalau pelaku sudah jelas pertanggungjawababnnya, tetapi ada pendapat bahwa orang tua pelaku juga harus dimintai pertanggungjawaban, sebagaimana pendapat Menteri Yohanna, yang paling pantas dimintai pertanggungjawaban dalam kasus YY ini adalah Negara, Negara harus pertama kali dimintai pertanggung jawaban karena telah lalai menjaga rakyatnya terutama dalam hak untuk hidup dan hak untuk mendapat perlindungan secara aman. Kalau Negara yang dipersalahkan, menurut Hukum Administrasi Negara, maka penyelenggara negaralah yang akan mempertanggungjawabkan kesalahannya dari Presiden, Menteri, Gubernur, Bupat, Camat, sampai ke Kepala desa. Kemudian aparat Keamanan dari Kapolri, Kapolda, Kapolres, dan Kapolsek. Bukti-bukti kelalaian itu mudah sekali untuk didapatkan di daerah tempat terjadinya kasus YY.
Terhadap adanya rencana pemerintah yang akan menerapkan hukuman “Kebiri” menurut saya ini adalah upaya lain dari bentuk efek jera terhadap pelaku, dan ini kayaknya didukung oleh pemerintah seperti Menteri Sosial, Menteri Kesehatan, dan juga Komisi Perlindungan Anak Indonesia menggagas perlunya bentuk hukuman baru yaitu hukuman kebiri untuk para pelaku kejahatan seksual terhadap anak, termasuk kepolisian pasca kasus YY di Bengkulu. namun persoalannya masih akan mendapat pro dan kontra yang susah untuk disatukan, ya terserah pemerintah, bagi saya itu adalah obat, bukan mencegah agar tidak menjadi sakit, dan ini yang penting dilaksanakan segera oleh pemerintah, kalau sakitnya memang perlu obat ya diobati saja, tapi yang jelas, semuanya itu ditujukan agar anak dan perempuan terlindungi…semoga !
(Disarikan dari berbagai sumber yang bisa dipertanggungjawabkan)
Kamsia Apresiasi
Ceruk kamar, 7 Mei 2016

Komentar

  1. kelinci99
    Togel Online Terpercaya Dan Games Laiinnya Live Casino.
    HOT PROMO NEW MEMBER FREECHIPS 5ribu !!
    NEXT DEPOSIT 50ribu FREECHIPS 5RB !!
    Ada Bagi2 Freechips Untuk New Member + Bonus Depositnya Loh ,
    Yuk Daftarkan Sekarang Mumpung Ada Freechips Setiap Harinya
    segera daftar dan bermain ya selain Togel ad juga Games Online Betting lain nya ,
    yang bisa di mainkan dgn 1 userid saja .
    yukk daftar di www.kelinci99.casino

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Rakyat "NAGE DEDAUP" Bg.-19

DAFTAR PUSTAKA

SAMBUTAN DEKAN ACARA YUDISIUM FAK. SYARI’AH IAIN BENGKULU