CERMIN DIRI SEORANG PENDIDIK

RENUNGAN PAGI INI
Pagi sabtu, hari libur sebagaian orang termasuk saya, sehabis ngantar anak2 ke sekolah saya paksakan olah raga jalan pagi, sengaja tanpa alas kaki kata orang tanpa alas kaki itu lebih baik, sekalian menghemat maklum semalam hujan kalau pakai sepatu bisa basah dan kotor lagi pula cepat rusak. Asik betul menyelusuri pinggir jalan aspal dari Jl. Santoso, terus ke Penurunan, simpang lima, Jl. Soeprapto, Sp. Jamik, lapangan Tugu mutar lagi ke Jl, Santoso ya kediaman saya sejak kecil sampai sekarang…belum ada waktu dan… mau pindah,..ha..ha..ha.
Ada sesuatu yang menyetuh naluri keadilanku dan selalu terbayang dipikranku ketika meneruskan perjalan kaki, ketika sy melewati Jl. Soeprapto ada sekelompok anak sekolah terdiri beberapa orang dengan berseragam baju batik…, karena sy juga seorang guru, sy sapa anak itu dengan ramah…menunggu angkot dik…ya pak…jawab mereka dengan sopan dan Nampak hormat, nggak tahu apa memang dia sangat sopan atau tahu kalau sy seoarang guru, yang jelas Nampak dari bicaranya dia anak yang baik…sangat kontras dengan kejadian yang menghebohkan menggemparkan dunia pendidikan, melawan petugas dengan congkak dan angkuhnya membawa nama2 orang tua sebagai pejabat.
Bukan itu saja yg membuat sy, terenyuh ya itu tadi nilai-nilai keadilan, sempat selintas sy tertuju dengan seorang anak di tengah kelompok tersebut, dengan pura2 menunduk saya perhatikan ternyata sepatu hitam salah seorang anak itu, maaf sudah berlobang di depannya, ya saya nggak tahu apa yang lainnya juga seperti itu…karena rata2 mereka pakai rok panjang hampir kesepatu dan semuanya berjilbab..sama dengan murid2ku, yang saya bimbing setiap hari.
Saya nggak tahu…apakah sepatunya, Cuma satu2nya atau ia hanya salah pakai sepatu karena tergopoh2 mau mengejar waktu apel di sekolah…pikiranku menerawang jauh…setahun yang lalu sy pernah menyampaikan Orasi Ilmiah…dan ada salah satu kalimat yang sy sampaikan…bahwa masih ada Kepala Daerah yang menggarkan untuk pakaian dinas dirinya sampai 1 M. lebih sedangkan anggaran untuk membantu anak sekolah katagori miskin hanya 150 Jt. …pernah juga sy mendengar dari temanku ada rapat di sebuah sekolah, dengan bangga Kepala Sekolah waktu itu (sekarang tidak lagi), menyampaikan bahwa ia akan melakukan studi banding ke Jawa dengan beberapa Kepala Sekolah yang terpilih bersama dinas Pendidikan kota, padahal materi rapat waktu itu membahas persoalan guru honorer yang tidak bisa dibayar gajinya, meminta pertimbangan kepada Komite Sekolah untuk mengatasinya.
Naluri keadilan ku…berkembang terus, ah…memang tidak adil Republik ini…masa sih, seorang pejabat tinggi yang digaji oleh rakyat 71-74 juta/bln, yang kerjanya cuma menampung aspirasi, tanpa aksi dan memang tidak bisa mengambil kebijakan, tupoksinya lebih kurang seperti itu.
Naluri keadilanku terus menerawang…bagaimana dengan…para koruptor yang ber miliyar-milyar menilep uang rakyat…termasuk uang untuk membelikan sepatu anak sekolah…ini persoalan bangsa, bukan hanya persoalan sekelompok anak yang sy sapa pagi tadi…keadilan memang relatif, tetapi keadilan jelas tidak boleh membuat jarak miskin-kaya terlalu jauh, antara sesama anak bangsa. Republik ini didirikan atas dasar-dasar yang kokoh dan abadi yakni Pancasila.
Pancasila menghendaki, keadilan yang harus ditegakan, Pancasila mengharapkan keadilan yang penuh dengan nilai-nilai kebersamaan, Pancasila menghendaki rakyat kecil diperhatikan, sebagi bangsa yang religious nilai-nilai ketuhanan harus terpatri dalam setiap insan bangsa Indonesia, tidak perduli, pejabat, guru, murid dan rakyat jelata lainnya…mungkin ini yang dimaksud dengan revolusi mental pak Jokowi…untuk itu mari kita pecahkan bersama persoalan bangsa…jangan menunggu sampai bangsa ini hancur karena ketidak berdayaan.
Semoga.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Rakyat "NAGE DEDAUP" Bg.-19

DAFTAR PUSTAKA

SAMBUTAN DEKAN ACARA YUDISIUM FAK. SYARI’AH IAIN BENGKULU