NEGARA TERLAMBAT HADIR KETIKA WARGA MEMBUTUHKAN”

RENUNGAN PAGI INI
Jalan pagi di hari minggu yang cerah ini, juga saya lakukan sama dengan hari kemaren hanya saja jalur yang saya lewati berbeda dengan jalan pagi sabtu kemaren, saya memang merencanakan jarak yang agak lebih jauh dari kemaren, dari jln. santoso, terus lapangan tugu, kampung cina dan menyelusuri pantai panjang yang indah, di pagi yang cerah, dan berbelok pas di simpang horizon menuju mesjid Kebanggaan Masyarakat kota Bengkulu yang pernah menjadi heboh, karena dijadikan tempat ibadah sholat berhadiah oleh Walikota, yang masih muda dan berpenampilan alim lagi bijaksna, Sholat berhadiah bagi siapa-saja warga Bengkulu yang melaksanakan sholat zuhur setiap hari rabu, tanpa putus selama 52 kali akan mendapat hadiah dari Walikota. Akan tetapi setelah mendapat berbagai tanggapan yang beragam dari masyarakat Bengkulu bahkan tokoh-tokoh nasional juga ikut bicara, program ini nampaknya tidak dilanjutkan. Khusus mengenai Sholat Berhadiah, sudah saya tulis di Jurnal Mizani Vol. 2 Tahun 2015, tulisan saya hanya berkisar tentang kebijakan, pengelolaan APB dan gratifikasi bukan masalah hukum Islamnya, untuk hukumnya, juga telah diteliti secara empirik oleh bapak H. Mathori, MA, saya tahu karena yang bersangkutan juga seprofesi dengan saya dan beliau meneliti setelah ada tulisan saya di jurnal ilmiah tersebut.
Bukan masalah mesjid, yang menjadi renungan saya pagi ini, tetapi objeknya tidak jauh dengan lokasi mesjid, yakni di samping mesjid, hari ini ada warga yang melangsungkan hajatan besar atau istilah arabnya “walimatul Urs”. Perjalan pagi saya, tidak terhambat dengan acara terebut tetapi saya dikejutkan dengan orang ribut-ribut di ujung jalan, ternyata ada sopir keberatan jalannya di setop dan harus membelokan kenderaanya ke kiri menuju jalan kesehatan. Sebenarnya tidak begitu masalah walaupun di belokkan, jarak tempuhnya tidak begitu jauh, dan arus lalu lintas akan lancar yang biasanya bisa di lewati berlawanan arah sementara satu arah saja.
Lalu mengapa sopir merasa kurang nyaman, menurut renungan saya, karena yang mengatur lalu lintas masyarakat biasa, lagi pula masih tergolong anak-anak tanggung, mungkin cara mengarahkannya yang tidak simpatik, dan saya lihat kayaknya begitu, lagi pula rambu-rambu tanda larangan masuk juga tidak ada, hanya ada kursi plastik yang dikasih tanda…saya jadi merenung lagi dan terlintas oleh saya, alangkah baiknya jika ada aparat yang mengatur lalu lintas di tempat keramaian ini dan jalan itu termasuk jalan yang ramai dilalui oleh kenderaan roda dua dan mobil.
Mungkin, si punya hajatan tidak sempat memberi tahu kepada aparat, bahwa aka ada “walimatul Urs” dan tempatnya akan menggunakan separo badan jalan, atau aparat terlambat datang maklum pelaksanaannya hari minggu, pegawai kantor perhubungan Kota, Polisi lalu Lintas juga libur, termasuk aparat Kelurahan juga libur. Sepanjang jalan tetap menjadi renungan saya, ternyata masyarakat sangat membutuhkan aparat, walaupun acara baik seperti itu tetap saja kehadiran aparat dibutuhkan apalagi jika musibah, bencana, keributan warga dan lain-lain. Hal ini sebenarnya sudah menjadi tufoksi aparat diminta atau tidak diminta seharusnya peka terhadap kondisi demikian, bisa saja dari aparat kelurahan mempungsikan diri bertindak sigap terhadap apa yang menjadi kendala di tengah masyarakat, ini juga mungkin dampak dari dihapusnya Hansip Kelurahan atau tidak ditempatkannya satpol PP di Kelurahan. Sebagai aparat yang berhadapan langsung dengan masyarakat seperti RT, RW Lurah bahkan Karang Taruna.
Saya juga nggak tahu apa masih ada Polisi dan TNI yang berada di Kelurahan atau Desa yang disebut dengan Babinsa dan Babinkamtibmas, aparat ini tufoksinya memang harus terjun langsung mengatasi dan mengendalikan ketertiban, kelancaran dan keamanan warganya. Kalau dulu yang disebut dengan Lurah atau Kades selalu menjadi tumpuan masyarakat dan ada istilah “ada jarum jatuh-pun di tengah Kelurahan atau desa, Pak Lurah atau pak Kades harus tahu kejadiannya”
Luar biasa negeri ini sudah ada semua perangkat dan aturannya, yang menjalankan tugas negara, sayang pada tataran implementasinya seperti kewalahan menghadapai masalah kecil yang dihadapi warganya. Bahakn ada yang lebih pesimis menuliskan kata-kata “NEGARA TERLAMBAT HADIR KETIKA WARGA MEMBUTUHKAN”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cerita Rakyat "NAGE DEDAUP" Bg.-19

DAFTAR PUSTAKA

SAMBUTAN DEKAN ACARA YUDISIUM FAK. SYARI’AH IAIN BENGKULU